Fompasri IPB Gelar Seminar Nasional Gambut

Berita551 Dilihat

Bogor – Provinsi Riau merupakan salah satu Provinsi dengan lahan gambut terluas di Indonesia. Tanah gambut sendiri disebut sebagai jenis tanah yang terbentuk dari beragam akumulasi sisa-sisa tanaman yang setengah membusuk, sehingga kandungan bahan-bahan organiknya masih tinggi.

 Dalam istilah asing, tanah gambut disebut peat land. Penyebutan ini didasarkan atas awal mula terbentuknya, yakni di lahan-lahan basah. Sejauh ini persoalan tanah gambut masih tetap diperdebatkan, terutama terkait dengan bencana asap yang diduga berasal dari tanah gambut yang sejatinya memang mudah terbakar.

Untuk meminimalkan hal tersebut maka diperlukan tatakelola gambut yang baik dan benar, dengan harapannya dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat tempatan, ditandai dengan terjadinya peningkatan kesejahteraan hidupnya.

Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur Riau terpilih Drs. H. Syamsuar, M.Si di depan peserta Seminar Nasional Gambut (SNG) 2018 yang ditaja oleh Forum Mahasiswa Pascasarjana Riau (Fompasri) Bogor, Sabtu (10/11/2018) di Gedung Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga (GMSK) Prodi Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Dewan Pembina Fompasri Bogor Dr. Roberdi, M.Si dalam sambutannya mengapresiasi kinerja panitia pelaksana, mulai dari awal gagasan penyelenggaraan SNG 2018 sampai pada akhirnya sukses memudahkan langkah peserta untuk datang, duduk dan mendengarkan materi dari para narasumber. Roberdi yang didaulat langsung membuka acara SNG 2018 menyampaikan terima kasih panitia pelaksana atas kedatangan Gubernur Riau terpilih beserta para narasumber.

Sementara itu Ketua Umum Fompasri Bogor Syafroni Pranata, S.Si, mahasiswa pascasarjana Prodi Sains Biologi Tumbuhan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB menyampaikan “Kami itu punya motto, bersatu di tanah rantau, berkarya untuk Riau, sehingga inilah karya kami, SNG 2018 dengan tema Resolusi Problematika Gambut di Provinsi Riau”.

Tampil sebagai keynote speaker, Syamsuar yang masih menjabat sebagai Bupati Siak mengatakan tanah gambut Riau disebutnya sebagai Rahmat Allah swt yang pantas disyukuri. Hal ini didasarkan atas pemikiran ilmiahnya bahwa gambut memiliki banyak keunggulan yang barangkali tidak dimiliki oleh jenis tanah lainnya. Dengan keunggulan yang dimiliki gambut, Syamsuar berharap ke depannya Riau dapat dijadikan sebagai basis kajian gambut nasional maupun internasional.

Selain Gubernur Riau terpilih, Panitia Pelaksana Seminar Sadarman, S.Pt. MSc juga menghadirkan Dr. Haris Gunawan dari Deputi IV Litbang Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Purwo Subekti, ST.MT, calon doktor program doktoral Ilmu Keteknikan Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sementara itu, Prof. Sudirman Yahya tampil elegan dengan menyuguhkan hal berbeda dari 2 pembicara sebelumnya. Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor ini menyebut bahwa jika terkait dengan resolusi masalah, kata kunci yang perlu dipahami bersama adalah vegetasi apa yang bisa tumbuh dan dapat menghasilkan uang jika ditanam di tanah gambut.

Terkait dengan bencana gambut berupa asap, Purwo Subekti, ST.MT menyebut bahwa 99% kebakaran di gambut adalah disebabkan oleh faktor kesengajaan. Namun, bukan masalahnya yang harus diperdebatkan, resolusi penanganan kebakaran gambutlah yang harus dipikirkan. Dosen di Universitas Pasir Pangaraian ini memaparkan bahwa kebakaran gambut sebenarnya dapat dicegah, sama halnya dengan kebakaran yang terjadi di hutan non gambut.

Tindakan pencegahan dimaksud adalah mengaktifkan peran serta masyarakat tempatan, terkait dengan edukasi dan kegiatan nyata yang berhubungan dengan pencegahan kebakaran gambut dimaksud. Selanjutnya membuat sekat bakar yakni berupa jurang, kolam, sungai ataupun parit-parit. Namun jika kebakaran gambut terjadi, maka yang dapat dilakukan masyarakat di sekitar gambut adalah memadamkan api. “Pemdaman api gambut dapat dilakukan dengan 3 metode, yakni 1) Air gambut ditambah dengan FAP, 2) Air gambut ditambah dengan AFFF atau 3) Air gambut tanpa penambahan foaming agent, rata-rata 3%”, kata Purwo.

Sumber : MC Kab. Siak, 12 November 2018

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WordPress › Galat